Mengenal Pelatihan Shalat Khusyu’ Abu Sangkan

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

UMK-Setiap muslim ingin khusyu’, baik dalam ibadah maupun kehidupan. Untuk meraihnya, ada yang berusaha dengan berkonsentrasi, menyatu dengan alam, bahkan mengerjakan shalat dengan waktu yang panjang. Akan tetapi kekhusyu’an tidak kunjung dirasakan. Sesulit itukah untuk mencapai kekhusyu’an?

Khusyu’ adalah hadiah, sehingga tidak akan teraih dengan cara memaksa.  Khusyu’ harus ditunggu kedatangannya dengan sabar, syukur, berserah diri serta tertib. Memang, dengan cara berkonsentrasi, panjangnya waktu shalat, atau berdzikir lama juga dapat membawa hamba abid menuju kekhusyu’an. Tentunya akan menyulitkan bagi mereka yang memiliki banyak kesibukan karena butuh pengorbanan besar dari segi waktu maupun tenaga.

 

Khusyu’ dalam ibadah belum tentu membawa kekhusyu’an dalam kehidupan. Bagi yang berusaha menyatu dengan alam, mereka merasa mendapatkan ketenangan jiwa. Namun, itu  bukan kehidupan yang khusyu’yang sebenarnya. Kekhusyu’an tersebut hanya ditakar dari hitungan dunia. Sedangkan khusyu, memiliki kaitan dengan akhirat.

Pertanyaannya, apakah orang-orang biasa (awam) dapat mencapai khusyu dalam beribadah, bahkan dalam kehidupan? Jika bisa bagaimana caranya? Ustadz Abu Sangkan selama 2 hari, 11-12 Mei, di Masjid Darul ‘ilmi Universitas Muria Kudus (UMK) mengupasnya dalam kegiatan Pelatihan Sholat Khusu’.

Untuk menjawab pertanyaan di atas Abu Sangkan menelaah terlebih dahulu mengenai dasar pendukung hadiah Khusyu’. Pada dasarnya Islam adalah pola hidup yang harus didukung oleh kesadaran tertinggi. Oleh sebab itulah, shalat wajib lima waktu harus dijalankan dengan kesadaran penuh, dan tidak diperbolehkan menutup mata. Bahkan gerakan dan lisan harus senantiasa tetap terjaga oleh niat, arti serta tujuannya, sehingga tidak susut sebab lalai karena sudah terbiasa atau begitu rutinnya. Pasalnya, segala perbuatan diukur dari niatnya. Tetapi hal yang berulang, biasanya berubah niat. Misalnya, karena terlalu sering, salam beralih fungsi hanya sekadar diartikan say hello. Padahal tidak serendah itu maknanya bagi Islam.

Oleh karena itu, seharusnya shalat senantiasa dijalankan dalam kesadaran penuh , tertib secara lisan dan gerakan, tidak kehilangan niat, maksud, tujuan serta melakukannya hanya karena Allah. Begitu pula kala menjalani segala akitivitas kehidupan. Kerjakan karena Allah dengan disertai niat jelas, maksud, tujuannya.  Pola hidup Islami akan membuat umat islam otomatis berdzikir mengingat Allah pada saat berdiri, duduk dan tidur. Dengan begitu, InsyaAllah hadiah khusyu dalam beribadah maupun khusyu dalam keseharian yang didambakan akan kita didapatkan.

Khusyu’ apabila diraih dapat dikenali dengan bebarapa ciri. Mati batin terbuka sehingga menjadi terasa sangat haru kala mengingat Allah, akhirat, surga, Rasulullah, dosa-dosa serta hal lain terkait ruhani manusia. Rasa haru tersebut membuat subjeknya merasa tergores rindu pada hatinya. Meneteslah air mata. Banjir air mata hingga menangis tersedu-sedu.

Sekilas Abu Sangkan
Abu Sangkan lahir pada 8 Mei 1965 di desa Alasbuluh Selat Bali Banyuwangi Jawa Timur. Ia ditinggal wafat oleh ayahnya kala Abu berusia 15 hari. Abu adalah anak terakhir dari empat bersaudara.
Pendidikan dasar hingga menengah pertama ia rampungkan di Jember. Abu pernah bersekolah di sekolah perkebunan (SPBMA) Jember. Setelah merasa tidak kerasan selalu berurusan dengan cangkul, Abu akhirnya memutuskan pergi ke Jakarta tanpa tujuan jelas. Langkah kaki, membawa Abu sampai di Bogor dan bertemu dengan K.H. Siradjuddin. Guru yang memperkenalkan Abu pada ilmu agama hingga menamatkan sekolah menengah atasnya.
Abu belajar ilmu nahwu saraf (tata bahasa Arab), ilmu falaq dan faraidh di al-Baq Iyyahtush Shalihat di Cibogo, pimpinan KH. Yusuf Karoil. Ia juga mendalami ilmu filsafat di IAIN Syaraf Hidayatullah Jakarta. Abu merasa semua ilmu yang dipelajarinya tak membawa kepuasan batin. Abu Sangkan yang selalu bergejolak ingin merasakan hakikat makrifat kepada Allah. Ia merasakan sangat gersang di saat harus menghadapi kehidupan yang cukup berat. Ilmu pengetahuannya tidak sanggup menghalau kegelisahan dan kekhawatiran hati. Ia kemudian mulai tertarik dengan ilmu hakikat setelah mengikuti kajian-kajian tasawuf maupun fikih dari sesepuh pesantren al Ghazali, Mamak Abdullah bin Nuh.
Di saat yang ia butuhkan, atas kehendak Allah, Abu Sangkan bertemu dengan seorang “ahli laku” yang mengajarkan tentang kehidupan berketuhanan. Bukan dengan definisi, tetapi bagaimana merasakan sebuah kesadaran langsung dan diajak mencapai keadaan itu melalui langkah-langkah sederhana. Bukan dengan kata-kata, akan tetapi  memahami apa dirasakan. “Saya disuruh berzikir kemudian menceritakan pengalaman spiritual pribadi, bukan hanya mendengarkan cerita para nabi dan sahabatnya,” kata Abu.
Abu juga sempat menekuni bisnis selama 12 tahun. Pada 1999, Ia diminta rekannya untuk mengisi artikel di mailinglist. Kumpulan artikel-artikel inilah yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku, di ataranya berjudul Allah menyambut shalatku, Berguru kepada Allah, dan Pelatihan shalat khusyu’, Langkah-langkah praktis menemukan relaksasi dan meningkatkan kebahagiaan anda (best seller).

Walhasil, oleh sebab buku yang diminati oleh masyarakat, Abu Sangkan kemudian didaulat menjadi pembicara pada seminar-seminar, baik di dalam maupun luar negeri. Sebagian forum yang ia sambangi di antaranya; seminar nasional psikologi Islam bersama Prof. Dr. Drs. Muhammad Shaleh, M.Pd, narasumber acara Islam Aktual Bersama Prof. Dr. Nazaruddin Umar di RCTI, narasumber masalah haji bersama Abdullah Gymnastyar di RCTI, narasumber polemik shalat berbahasa Indonesia di METRO TV, dan narasumber tetap acara siraman Rohani Kalam di ANTV, SCTV, bersama Arifin Ilham, dan lain- lain. Metro TV pernah disambanginya untuk memberikan penjelasan mengenai Paradigma dan Teori Sholat Khusyu’ hasil temuannya. Abu Sangkan pun, diberi gelar sang supertrainer pelatihan shalat khusyu’. (Farih/Hoery-Portal)